Example floating
Example floating


BeritaHukum

Ketika Hukum Tersendat: Penundaan Tahap II di Samosir dan Dampaknya pada Kepastian Hukum”

27
×

Ketika Hukum Tersendat: Penundaan Tahap II di Samosir dan Dampaknya pada Kepastian Hukum”

Sebarkan artikel ini
(Foto-Dok: Polsek Simanindo).

Samosir, Sinar24Jam.co –

Aroma kopi pagi di warung sederhana Pasar Pangururan tidak mampu menenangkan ketegangan yang terasa di antara meja dan kursi kayu tua. Asap kecil dari secangkir demi secangkir kopi mengepul, tapi perhatian para wartawan tertuju pada dokumen yang mereka pegang, yaitu: SP2HP Kepolisian Ressor (Polres) Samosir tertanggal 22 Oktober 2025. Dokumen resmi ini, yang mestinya menjadi catatan administratif, mendadak menjadi sumber perdebatan sengit mengenai prosedur hukum di Kabupaten Samosir.

SP2HP bernomor B/630/X/2025/Reskrim menyatakan bahwa berkas perkara tersangka TS telah dinyatakan lengkap (P-21) oleh penyidik Polres Samosir. Langkah berikutnya, menurut prosedur hukum, adalah penyerahan tersangka beserta barang bukti ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Samosir untuk proses tahap II. Namun, penyerahan itu justru tertunda. Kejaksaan menolak menerima berkas dengan alasan menunggu laporan balik tersangka terkait perkara lain di Polsek Simanindo. Menurut surat tersebut, kedua perkara akan diproses bersamaan.

Reaksi Wartawan: Ketidakpastian Hukum Menggantung

Alasan penundaan ini sontak memunculkan reaksi keras dari kalangan wartawan yang memantau kasus ini sejak awal. Mereka menilai logika penundaan tidak masuk akal dan berpotensi mengaburkan kepastian hukum.

“Ini jelas-jelas janggal. Bagaimana laporan balik tersangka atas dugaan pencemaran nama baik bisa menghentikan proses perkara pengancaman yang sudah P-21? Ini masuk kategori pembelokan proses hukum,” ujar beberapa wartawan yang hadir sembari menatap dokumen dan bergantian membaca paragraf demi paragraf.

Praktisi hukum, Boris Situmorang, S.H., menegaskan, “Sejak kapan penyelesaian perkara harus menunggu laporan tandingan tersangka? Jika prosedur ini diterapkan, setiap tersangka bisa menghambat proses hukum hanya dengan membuat laporan balik. Ini jelas presenden buruk dan merusak sistem peradilan. Warga berhak mendapatkan kepastian hukum.”

Dasar Hukum dan Pandangan Ahli

Berdasarkan kajian hukum yang dirujuk oleh ChatGPT, setelah berkas dinyatakan P-21, penyerahan tersangka dan barang bukti wajib dilakukan tanpa terkecuali. Laporan balik merupakan perkara terpisah dan tidak boleh menghambat proses hukum yang sudah lengkap. Hal ini sejalan dengan Peraturan Jaksa Agung (Perja) Nomor: 15 Tahun 2020 dan Peraturan Kepala Kepolisian (Perkap) Nomor: 6 Tahun 2019, yang menegaskan tahap II harus dilakukan segera, begitu berkas dinyatakan lengkap. Penundaan tanpa dasar hukum dapat dikategorikan sebagai kelalaian, pelanggaran SOP (Standard Operarional Procedure), atau bahkan upaya menghambat proses hukum.

Suasana di Polres dan Kejaksaan

Kasat Reskrim Polres Samosir, AKP Edward Sidauruk, ketika ditemui wartawan, menjelaskan alasan penundaan.

“Penundaan dilakukan setelah koordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum. Kami menunggu laporan balik tersangka di Polsek Simanindo yang sudah P-21,” ujarnya singkat.

Sementara itu, Kasi Pidum Kejari Samosir menyebut bahwa penundaan juga merujuk pada prinsip restorative justice sesuai Perja 15/2020, serta adanya hubungan keluarga antara pelapor dan tersangka. Namun, banyak wartawan menilai alasan ini tidak relevan jika menimbulkan ketidak pastian hukum.

“Menunda tahap II hanya karena laporan balik tersangka adalah preseden buruk. Restorative justice jangan sampai berubah menjadi obstruction justice,” kritik seorang wartawan, menekankan bahwa prinsip hukum harus tetap berjalan tanpa hambatan administratif yang merugikan pihak lain.

Kronologi Perkara Saling Lapor

Kasus ini bermula pada 3 April 2025, ketika Veronika Sidabutar melaporkan TS atas dugaan pengancaman ke Polres Samosir. Dua bulan kemudian, TS melaporkan Veronika terkait dugaan pencemaran nama baik ke Polsek Simanindo.

Menurut Kanit Reskrim Polsek Simanindo, Andi Sihombing, Senin (24/11/2025) di ruang kerjanya, Veronika ditetapkan sebagai tersangka pada 17 November 2025. Surat panggilan pertama kepada Veronika telah dikirim pada hari yang sama, dan Veronika diharapkan hadir pada 26 November 2025.

“Untuk proses penyidikan di Polsek Simanindo penetapan tersangka sesuai hasil penyelidikan dan gelar perkara,” jelas Andi.

Ketegangan Wartawan di Lapangan

Kasus ini membuat para wartawan membagi tim untuk melakukan klarifikasi langsung ke Polres Samosir maupun Kejaksaan Negeri Samosir. Di sepanjang jalan menuju kantor, percakapan mereka tidak lagi soal rutinitas, melainkan tentang ketidak pastian hukum, integritas aparat, dan dampak yang dirasakan masyarakat.

Seorang wartawan menghela napas panjang.

“Kalau ini dibiarkan, siapa yang menjamin keadilan? Publik akan kehilangan kepercayaan terhadap sistem hukum. Ini bukan sekadar dokumen, tapi simbol pertaruhan keadilan bagi masyarakat,” keluhnya.

Dampak pada Kepastian Hukum dan Publik

Fenomena penundaan tahap II ini menjadi peringatan penting bagi aparat hukum. Kepastian hukum adalah fondasi sistem peradilan. Ketika prosedur diabaikan atau dibelokkan tanpa dasar yang jelas, bukan hanya tersangka dan korban yang dirugikan, tetapi juga kepercayaan publik terhadap institusi hukum.

Di warung Pasar Pangururan, secangkir kopi yang mulai dingin tampak seperti saksi bisu. Para wartawan menatap SP2HP itu lagi, menyadari bahwa di balik huruf-huruf resmi, ada tanggung jawab hukum, rasa keadilan, dan pengawasan publik yang saling bertaut. Pagi itu bukan sekadar pagi biasa—melainkan simbol ketegangan antara prosedur hukum dan kepastian keadilan.

Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *